Julukan Ayam Jantan Prancis

Julukan Ayam Jantan Prancis

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

TEMPO.CO, Jakarta - Umumnya tim nasional suatu negara memiliki julukan. Ada yang dari nama hewan dan berbagai ragam kebudayaan negara masing-masing. Inggris misalnya dijuluki three lions atau tiga singa, Maroko (Singa Atlas). Begitupula dengan Timnas Prancis.

Kampiun piala dunia 2 kali tersebut dijuluki Le Coq Gaulois atau ayam jantan. Di jersey timnas Prancis juga terdapat simbol ayam jantan di bagian dada.

Baca : Timnas Prancis Singkirkan Inggris, Simak 9 Fakta Menarik Ini

Meskipun dibanding singa, ayam mungkin bukan jenis hewan yang lebih kuat, dan bisa menggambarkan kekuatan sebuah tim.

Dilansir dari laman resmi, Federation Francaise de Football (FFF), ayam jago dipilih karena hewan itu adalah simbol Perancis yang berasal dari petani. Bagi orang Prancis, ayam jantan memiliki sifat kebanggaan, berpendirian keras, berani, serta produktif.

Dilansir dari berbagai sumber, ayam jantan merupakan simbol dari latar belakang bangsa Galia, bangsa yang dulunya hidup di kawasan Prancis sekarang ini. Usut punya usut, ayam jantan serta Galia memiliki kesamaan arti (Gallus) dalam bahasa latin.

Penggunaan ayam jago sebagai simbol FFF tak lepas dari sejarah panjang negara tersebut.

Logo ini berasal dari nama Latin kuno Perancis, yakni Gaul. Sementara orang-orang yang tinggal di sana, disebut sebagai Gallus atau penghuni Gaul.

Gallus juga memiliki arti ayam jantan, tetapi bangsa Gaul atau Galia tidak menggunakan hewan ini sebagai lambang.

Lambat laun, sosok ayam jago pun menjadi representasi masyarakat Prancis yang paling banyak digunakan sebagai simbol.

Baca : Bawa Timnas Maroko ke Semifinal, Walid Regragui Ingin Ubah Mentalitas Pelatih Afrika dan Arab

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai salah satu tim terbaik di dunia, timnas Prancis selalu mendapat sorotan dalam berbagai hal. Salah satunya adalah ciri khusus simbol ayam jantan yang selalu menemani perjalanan mereka selama ini.

Bila diperhatikan, jersey yang dikenakan timnas Prancis saat ini memang tak lepas dari simbol ayam jantan di bagian dada. Bahkan, logo Federasi mereka pun menggunakan hewan tersebut untuk dijadikan “muka”.

Lantas bagaimana kemudian ayam jantan bisa menjadi simbol dari timnas Prancis setiap kali mereka berlaga di pentas Internasional?

Melansir dari situs goal.com, ayam jantan merupakan simbol dari latar belakang bangsa Galia, yang tak lain dan tak bukan adalah bangsa yang dulunya hidup di kawasan Prancis sekarang ini. Usut punya usut, ayam jantan serta Galia memiliki kesamaan arti (Gallus) dalam bahasa latin.

Karena kesamaan tersebut, bangsa Galia kerap diolok-olok dengan sebutan ayam jantan oleh bangsa lain yang menjadi seteru Prancis dalam peperangan yang sempat bergejolak di Eropa. Namun uniknya, olokan itu justru menjadikan Prancis seolah memiliki ide untuk menunjukkan jati diri.

Mereka menjadikan ayam jantan sebagai simbol pemersatu bangsa dengan arti harapan dan optimisme.

Karena ayam jantan sudah melekat sejak zaman peperangan, para atlet dari berbagai macam olahraga kemudian mengadopsi hewan tersebut sebagai simbol pertarungan mereka. Cabang olahraga sepakbola bahkan sudah menggunakan simbol ayam jantan di jersey mereka sejak 1909, dalam sebuah pertandingan melawan Belgia yang berakhir dengan skor 5-2 untuk kemenangan tim lawan.

Ayam jantan sebagai simbol tim nasional Prancis kemudian kian populer, usai pada tahun 1998 hewan tersebut diwujudkan dalam bentuk maskot, yang lantas diberi nama Footix. Lebih spesialnya lagi, Prancis yang saat itu jadi tuan rumah sukses menjuarai Piala Dunia untuk kali pertama, ketika Zinedine Zidane dan kolega mampu kandaskan perlawanan tim kuat Brasil dengan skor telak 3-0.

Sampai sekarang, ayam jantan masih terus terpampang di sudut jersey yang dikenakan timnas Prancis.

Bahkan, variasi logo ayam jantan sempat ditampilkan sebagai maskot ketika Prancis menjadi tuan rumah Piala Dunia Wanita tahun 2019. Hanya saja, maskot yang diberi nama ettie itu berwujud ayam jantan betina yang dikisahkan sebagai keturunan Footix.

Di luar arti dari simbol ayam jantan yang sampai saat ini setia menemani timnas Prancis, negara asuhan Didier Deschamps itu memang seolah memiliki “taji” untuk terus taklukkan berbagai tantangan yang terus menghadang.

Sultan Hasanuddin merupakan salah satu pahlawan nasional asal Sulawesi Selatan. Ia merupakan Raja Gowa yang ke-16.

Dikutip dari laman Universitas Sains dan Teknologi Komputer (STEKOM) dijelaskan bahwa, Sultan Hasanuddin terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Nama Sultan Hasanuddin sendiri di berikan pada saat dia menduduki tahta kerajaan Gowa.

Selain itu, ia juga dijuluki sebagai Ayam Jantan dari Timur. Julukan ini menggambarkan kegigihan dan keberaniannya dalam melawan Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, pada tanggal 12 Januari 1631. Dia merupakan putra dari Raja Gowa ke-15, Sultan Malikussaid dan cucu dari Sultan Alauddin yang merupakan Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam.

Dilansir dari dalam laman Kemdikbud Ristek, Sultan Hasanuddin menjabat sebagai Raja Gowa di saat berusia 24 tahun (1655). Di Bawah kepemimpinannya Kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaan. Bahkan saat itu Gowa dikenal sebagai negara maritim dan menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur.

Selain itu, Kerajaan Gowa juga menjadi kekuatan politik yang unggul di Sulawesi Selatan. Tidak ada satupun kekuatan politik lokal yang mudah melakukannya.

Setelah 14 tahun Sultan Hasanuddin menjadi Raja Gowa, tahta kerajaan ia serahkan kepada putranya, Amir Hamzah. Sultan Hasanuddin wafat di usia 39 tahun karena menderita penyakit ari-ari.

Perjuangan Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin memimpin Kerajaan Gowa pada saat ayahnya Sultan Malikussaid Raja Gowa ke-15 wafat. Kerajaan Gowa terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi.

Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Gowa mengalami masa kejayaan. Akan tetapi, para pembesar VOC di Jakarta merasa kepemimpinan Sultan Hasanuddin tidak seperti harapannya.

Jauh sebelum Sultan Hasanuddin menduduki tahta, Kerajaan Gowa dan VOC sering terjadi ketegangan yang disertai pertempuran. Kerajaan Gowa menentang keras hak monopoli yang hendak dijalankan oleh VOC.

Dilansir dari elibrary.unikom, di masa kepemimpinan Sultan Hasanuddin, dia tidak hanya melawan bangsa luar saja akan tetapi juga berperang melawan sesama bangsa sendiri. VOC berhasil menerapkan politik adu domba untuk memecahkan Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Bone, sehingga Kerajaan Bone memihak ke VOC.

Arung Palakka yang merupakan keturunan Kerajaan Bone melakukan perlawanan ke Kerajaan Gowa. Arung Palakka bersama orang-orang Bugis dari Bone melakukan pemberontakan kepada Gowa, kemudian dia bersama pengikutnya melarikan diri sembari meminta bantuan kepada VOC Belanda.

Kerajaan Gowa pun kembali diserang oleh VOC Belanda beserta sekutunya secara bertubi-tubi, hingga akhirnya Kesultanan Gowa terdesak dan semakin melemah. Arung Palakka dan VOC mengajukan usul cease fire kepada Sultan Hasanuddin.

Akibat peperangan yang berlarut-larut banyak korban dari pihak Gowa yang gugur, hal ini membuat Sultan Hasanuddin terpaksa menerima usulan tersebut. Maka pada 18 November 1667 Sultan Hasanuddin pun menandatangani perjanjian tersebut, demi nasib rakyat Kerajaan Gowa yang semakin menyedihkan.

Melanjutkan peperangan dalam kondisi yang melemah maka dapat mendatangkan kehancuran yang lebih besar bagi rakyat Gowa. Atas hal tersebut Sultan Hasanudin merasa lebih bijaksana untuk mengadakan perdamaian dengan Belanda, perdamaian ini dinamakan 'Perjanjian Bongaya'.

Akan tetapi ini bukan akhir perjuangan Sultan Hasanuddin, meski telah menandatangani perjanjian perdamaian tersebut, Karaeng Karunrung yang sangat membenci VOC terus mendesak Sultan Hasanuddin meneruskan peperangan dengan Belanda.

Pada 12 April 1668 peperangan kembali pecah, Sultan Hasanuddin memimpin Gowa dan Speelman memimpin pasukan VOC. Pertempuran ini jauh lebih dahsyat dibandingkan sebelumnya.

Sultan Hasanuddin menggunakan peluru beracun, sehingga pasukan VOC mengalami luka-luka. Speelman yang dianggap gagah berani merasa cemas dan jengkel, dia kemudian meminta kepada pimpinan VOC di Batavia untuk mengirimkan bantuan yang cukup untuk melawan Kerajaan Gowa.

Setelah mendapatkan bantuan, Speelman bersama pasukan merasa lebih kuat. Belanda pun melakukan serangan secara bertubi-tubi hingga benteng utama Kerajaan Gowa jatuh ke tangan Belanda.

Meski ditaklukan, Benteng Somba Opu jatuh dengan terhormat setelah pejuang-pejuang Gowa di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan yang begitu gigih.

Nama Sultan Hasanuddin Diabadikan

Berkat kegigihan Sultan Hasanuddin mempertahankan kehormatan negerinya, dia diberi gelar Pahlawan Nasional. Dia angkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 November 1973 No. 887/TK/Tahun 1973.

Untuk menghargai dan mengenang keberaniannya, nama Sultan Hasanuddin diabadikan sebagai nama-nama fasitas umum hingga universitas di Sulawesi Selatan. Diantaranya Universitas Hasanuddin, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Kodam XIV/Hasanuddin, KRI Sultan Hasanuddin, dan nama jalan di berbagai daerah di Sulawesi Selatan.

Alasan Melakukan Perlawan

Mengutip dari laman Kemdikbud Ristek, pada saat kepemimpinan Sultan Hasanuddin Kerajaan Gowa dikenal sebagai negara maritim dan menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur. VOC berusaha melakukan monopoli perdagangan atas Kerajaan Gowa.

VOC kerap melarang orang Makassar berlayar dan berdagang rempah-rempah. Hal ini menimbulkan gangguan kebebasan perdagangan terhadap rakyat Gowa.

Terkait hal ini, Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan karena dia menentang keras mengenai hak monopoli yang hendak dijalankan oleh VOC. Belanda ingin memonopoli perdagangan di wilayah Makassar dengan cara yang licik dan membuat masyarakat sengsara.

Kerajaan Gowa memiliki pendirian bahwa, Tuhan Yang Maha kuasa telah menciptakan bumi dan lautan. Bumi telah dibagikan di antara manusia, begitu pula lautan telah diberikan untuk umum, tidak pernah terdengar bahwa pelayaran di lautan dilarang bagi seseorang. Jika Belanda melarang hal itu, maka berarti Belanda seolah-olah mengambil nasi dari mulut orang lain.

Dalam artian tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk digunakan secara bersama oleh seluruh umat manusia, bukan hanya untuk VOC. Itulah sebabnya mengapa Kerajaan Gowa dengan keras menentang usaha monopoli VOC.

Profil Sultan Hasanuddin

Asal Usul Julukan Ayam Jantan dari Timur

Sultan Hasanuddin dikenal sebagai sosok yang tegas, berani, dan pantang menyerah. Karena karakter inilah Sultan Hasanuddin mendapatkan julukan de Haav van de Osten yang berarti Ayam Jantan dari Timur. Julukan ini diberikan oleh pihak Belanda.